Potensi aliran dana repatriasi ke sektor properti diestimasi mencapai Rp 70 triliun-Rp 80 triliun dengan asumsi dana repatriasi mencapai Rp 150 triliun hingga Maret 2017. Dana yang masuk akan memberikan multiplier effect kepada 174 industri yang terkait dengan sektor properti.
Ali Tranghanda, Chief Executive Officer Indonesia Property Watch, mengatakan perkembangan tax amnesty mulai signifikan setelah beberapa konglomerat dan pengembang besar, seperti James Riady (Lippo Group), Murdaya Poo (Metropolitan Kentjana), dan Tommy Soeharto (Bali Pecatu Graha, Buana Pacific International) mengikuti program ini. “Dana repatriasi sudah mencapai Rp 70 triliun dan setiap hari diprediksi ada tambahan Rp 2 triliun dana tebusan sehingga sampai Maret 2017 repatriasi bisa Rp 150 triliun. Sekitar 60% akan masuk ke properti,” ujar Ali.
Sentimen positif untuk sektor properti ini juga didukung oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 Tahun 2016 yang menyatakan dana repatriasi bisa diinvestasikan ke properti, tanah, dan bangunan. Dana repatriasi akan masuk melalui pembelian langsung atau diinvestasikan ke saham proyek properti. Ali mengatakan, sejumlah bank yang menjadi gateway tax amnesty sudah melobi pengembang (developer) untuk menyiapkan proyek atau penjualan properti secara besar-besaran (bulk sale).
Budi Yanto Lusli, Presiden Director Synthesis Development, mengatakan pembelian langsung dari dana wajib pajak yang direpatriasi akan menambah kapitalisasi pasar properti dan mengendap minimal 3 tahun sesuai ketentuan pemerintah. Synthesis memprediksi dana repatriasi akan mendongkrak penjualan propertinya sebesar 50% pada 2017 menjadi sekitar Rp 2,25 triliun. Tahun ini perseroan menargetkan penjualan senilai Rp 1,5 triliun dan hingga September 2016 telah tercapai Rp 1 triliun. (*)
Add Comment