Tax Amnesty (TA) bukanlah barang baru. Untuk memberikan gambaran baik bagi pihak pro dan kontra dengan kebijakan ini, baiklah kita belajar tentang program yang sama di negara-negara lain.
Hampir semua negara pernah melaksanakan TA, termasuk Amerika Serikat, Australia, Belgia, Perancis, Irlandia, Italia, Argentina, Bolivia, Kolombia, Chile, Ekuador, Meksiko, Panama, Perus dan Filipina.
Sri Mulyani menyebutkan beberapa negara yang pernah mengadakan TA dan berhasil. Itali menerapkan kebijakan TA dengan terbatas pada pengampunan sanksi dan denda administrasi untuk keperluan repatriasi dana dari luar negeri. India berhasil menerapkan TA untuk repatriasi dana dan mendorong agar ekonomi bawah tanah dan ekonomi informal dapat menjadi wajib pajak yang patuh. Selain itu Afrika Selatan juga menerapkan TA untuk rekonsiliasi nasional.
Benno Torgler, Christoph A. Schaltegger, dan Markus Schaffner dalam risetnya “Is Forgiveness Divine? A Cross-culture Comparison of Tax Amnesties,” juga mendeskripsikan beberapa program TA di 2 negara, Costarica dan Switzerland. Mereka menemukan bahwa efisiensi TA lebih besar bila wajib pajak boleh menentukan dikeluarkan atau tidaknya kebijakan itu. Selain itu mereka juga menemukan bahwa TA yang berulang kali dilakukan dalam waktu relatif singkat mengurangi efisiensi TA. Di Costarica, TA memainkan peran penting dalam mensukseskan reformasi pajak.
Sementara itu sebuah tulisan oleh Alm et al berjudul “Do Tax Amnesties Work? The Revenue Effects of Tax Amnesties During the Transition in the Russian Federation” memberikan konklusi bahwa negara-negara berkembang sebaiknya tidak menggunakan TA karena memiliki dampak permanen jangka panjang terhadap pendapatan pajak. Hal ini sejalan dengan riset sebelumnya yang menunjukkan bahwa kepatuhan wajib pajak negara berkembang malah lebih tinggi daripada negara maju. Dan karenanya program TA berpotensi memberikan hasil berlawanan dari yang diinginkan di jangka panjang.
Add Comment