PT Mandiri Manajemen Investasi, perusahaan manajer investasi dengan asset under management Rp 35 triliun, tidak menargetkan dana kelolaan dari dana repatriasi program tax amnesty. Perusahaan tidak terlalu optimistis wajib pajak akan langsung mengalihkan asetnya yang di luar negeri ke Indonesia karena mereka akan menyesuaikannya dengan karakteristik risiko investasi masing-masing. Selain itu, diperlukan relaksasi sejumlah aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bagi produk baru yang disiapkan untuk menampung dana repatriasi.
Muhammad Hanif, Direktur Utama Mandiri Investasi, mengatakan dalam sosialisasi dan edukasi kepada wajib pajak, perusahaan lebih banyak mendapatkan pertanyaan mengenai mekanisme tax amnesty. “Kami belum tahu repatriasinya seberapa besar. Wajib pajak setuju tax amnesty tetapi repatriasi tergantung karakteristik risiko masing-masing,” ujar Hanif, Selasa (26/7). Jika ada dana repatriasi yang masuk, Mandiri Investasi akan menawarkan produk-produk yang berisiko lebih rendah, seperti produk reksa dana dengan underlying asset obligasi pemerintah atau instrumen pasar uang.
Hanif mengatakan, OJK perlu merelaksasi aturan reksa dana penyertaan terbatas (RDPT) untuk mempercepat atau menarik masuknya dana repatriasi tax amnesty ke instrumen tersebut. “Kalau bisa relaksasi aturan agar dana bisa ditempatkan di non-listed securities dari perusahaan-perusahaan afiliasi. RDPT berbasis proyek-proyek BUMN juga menarik tetapi sosialisasi dan persiapannya agak lama karena perlu due diligence dan site visit,” kata Hanif.
Mandiri Investasi memiliki satu RDPT dengan underlying asset proyek energi terbarukan yang bisa menampung dana repatriasi dengan perkiraan dana kelolaan Rp 400 miliar-Rp 500 miliar. Hingga akhir 2016, perusahaan menargetkan total AUM tumbuh 43% menjadi Rp 40 triliun dibandingkan posisi akhir 2015 sebesar Rp 28 triliun. (*)
Add Comment