Wall Street serta indeks Asia termasuk IHSG telah rebound paska Brexit setelah sempat jatuh cukup dalam 2 hari perdagangan setelah pernyataan resmi hasil referendum. Tapi sungguhkah volatilitas pasar telah berakhir dan investor dapat mengambil risiko yang lebih besar? Ya —untuk saat ini.
Sebelumnya pada artikel berjudul “Dampak Brexit: Volatilitas Sementara” Sinarmas Sekuritas dan Daewoo Securities telah memperkirakan terjadinya volatilitas sementara, dan merekomendasikan untuk masuk ke saham-saham bluechip atau mengurangi eksposur di saham untuk sementara. Daewoo dan Trimegah dalam “Brexit akan Tingkatkan Volatilitas di Bursa” juga menyatakan bahwa dampak langsung Brexit ke Indonesia tidaklah signifikan, kecuali potensi depresiasi Rupiah. Bank Indonesia juga berkali-kali meyakinkan pasar bahwa tidak ada dampak signifikan dari hasil referendum tersebut.
Efek volatilitas paska Brexit memang sudah berakhir, dan investor dapat mengambil keputusan-keputusan yang lebih strategis. Namun proses Brexit tidak berhenti sampai di sini. Ada 3 hal yang menjadi episentrum gempa susulan dari pasar keuangan yaitu Pernyataan Artikel 50, referendum kedua karena banyak penduduk Inggris merasa belum memilih, dan ada beberapa negara yang menunggu untuk menyusul Inggris begitu melihat proses pemisahan tersebut terjadi dengan baik.
Artikel 50 adalah salah satu pasal dari Kesepakatan Lisbon di mana negara yang ingin memisahkan diri harus secara formal membuat pernyataan pemisahan, yang kemudian diikuti dengan proses yang berlangsung selama paling tidak 2 tahun. Proses 2 tahun ini akan digunakan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan Inggris dengan negara-negara lainnya di Uni Eropa. Mudahnya Artikel 50 itu seperti proses perceraian, siapa yang akan mengasuh anak dan siapa yang mendapat rumah.
Celakanya, Perdana Menteri David Cameron mengundurkan diri tak lama setelah hasil referendum tersebut diumumkan. Akibatnya, pernyataan Artikel 50 dari Inggris harus menunggu pengganti Cameron. Dan Brussel sudah menyatakan penolakan untuk memulai pembicaraan sebelum Artikel 50 itu dipicu dari sisi Inggris. Dan pasar pun kembali menanti…
Add Comment